MANGNGARO

Link Referensi: <p>Sumber lisan :</p> <p>Nama &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; : Drs David, M.M</p> <p>Alamat &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; : Desa Tondok Bakaru Kec Mamasa, Kab Mamasa</p> <p>Kode pos &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; : 91362</p> <p>No. Telp &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; : 081242684455</p> <p> <br> </p> <ul> <li>Ritual mangngaro Nosu Mamasa <a href="https://www.youtube.com/watch?v=597dLzaVl-k">https://www.youtube.com/watch?v=597dLzaVl-k</a></li> <li>Membaca Ritual tradisi Mangngaro, Ritual Kematian Mamasa <a href="https://mandarnesia.com/membaca-tradisi-mangngaro-ritual-kematian-dari-mamasa/">https://mandarnesia.com/membaca-tradisi-mangngaro-ritual-kematian-dari-mamasa/</a></li> <li>Mangngaro, Tradisi Membungkus Ulang Jenazah Leluhur di Mamasa, Sulawesi Barat <a href="https://kumparan.com/sulbarkini/mangngaro-tradisi-membungkus-ulang-jenazah-leluhur-di-mamasa-sulawesi-barat-1u6bcy4MvEn">https://kumparan.com/sulbarkini/mangngaro-tradisi-membungkus-ulang-jenazah-leluhur-di-mamasa-sulawesi-barat-1u6bcy4MvEn</a></li> </ul>

Asal: Sulawesi Barat

Jenis: - Upacara Adat - Upacara, Upacara Adat - Ritual

Klasifikasi:

  • Terbuka
  • Sakral
  • Dipegang Teguh

Kondisi:

  • Sedang Berkembang
  • Masih Bertahan

Upaya Pelestarian:

  • Promosi Langsung, promosi lisan (mulut ke mulut)
  • Pertunjukan Seni, pameran, peragaan/demonstrasi
  • Selebaran, poster, surat kabar, majalah, media luar ruang
  • Radio, televisi, film, iklan
  • Internet

Pelapor: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Mamasa

Kustodian: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Mamasa

Guru Budaya/Maestro: Drs. David, M.M


Mangngaro berasal dari kata 'mang' yang artinya melakukan, dan 'aro' yang berarti keluar, yang berarti sedang mengeluarkan.

Tradisi mangngaro telah dilakukan sejak dahulu sebelum masuknya agama Kristen dan agama lain di daerah Nosu ketika masyarakat Nosu dan Mamasa pada umumnya masih menganut agama leluhur (aluk tomatua), yang meyakini bahwa dengan mengupacarakan orang yang sudah mati melalui korban-korban binatang maka mengantarkan arwah orang mati itu sampai ke tujuan akhir yaitu (puya) dan pada akhirnya arwahnya itu akan memberkati kaum keluarga yang masih hidup. Makna mangngaro di masa lalu antara lain :

Sebagai wujud pemenuhan nadzar bagi orang yang dikasihi semasa hidupnya dan dinyatakan melalui kegiatan memperbaharui pembungkus (balun) mayatnya dan melakukan serangkaian ritual sesuai keyakinan pada masa lalu.

Makna kasih dan penghormatan terhadap keluarga. Pemahaman agama leluhur bahwa meskipun orang sudah meninggal dunia sesungguhnya masih dapat berinteraksi dengan keluarga yang ditinggalkan. Oleh sebab itu mereka juga harus diperlakukan sebagaimana layaknya orang yang masih hidup. Makna penghormatan seorang anak kepada orang tuanya juga diwujudkan dalam bentuk perhatian kepada mayat leluhurnya.

Makna kekeluargaan. Tradisi mangngaro dilakukan dalam kebersamaan semua rumpun keluarga dan dilakukan serentak terhadap puluhan bahkan ratusan mayat. Mayat dikeluarkan dari kuburan berbentuk rumah (alang-alang) kemudian dibawa ke sebuah lapangan (ratte) untuk diupacarakan dan diganti pembungkusnya kemudian dikembalikan lagi ke dalam kuburan. Kegiatan mangngaro tidak sesederhana ini dan jika ingin menyaksikan secara lengkap datanglah ke Nosu pada setiap bulan Agustus.

Makna kekeluargaan. Tradisi mangngaro merupakan ajang untuk saling mengenal antar keluarga terutama anak cucu yang tersebar di perantauan. Mereka akan hadir untuk bersama-sama mendukung tradisi mangngaro dan saling mengenal antara satu dengan yang lain.

Sejalan dengan perkembangan terutama setelah masuknya agama Kristen dan agama lainnya maka mangngaro mengalami pergeseran beberapa makna yang terkait dengan keyakinan. Misalnya kegiatan memberi sesajen (makanan) kepada arwah yang disebut ma’dulang  tidak lagi dilakukan. Sebagai gantinya yakni dilaksanakan ibadah bersama sesuai dengan keyakinan Kristen atau agama lain. Makna mangngaro saat ini lebih pada makna social dan bukan lagi makna religi.

Tradisi ini masih dilakukan oleh masyarakat adat Nosu, Kabupaten Mamasa, Sulawesi  Barat. Tradisi mangngaro hanya dilakukan oleh golongan bangsawan dengan tingkat ekonomi yang baik sebab tradisi ini membutuhkan pengorbanan yang besar karena harus menyembelih hewan ternak seperti kerbau. Di samping itu, mangngaro hanya dilakukan bagi jenazah yang melalui tingkat upacara kematian tertinggi (dipandang atau di allun) pada saat baru meninggal.

Tradisi yang dilakukan setiap tahun pada Bulan Agustus setelah panen padi ini, dimulai dengan prosesi awal anggota keluarga dan kerabat almarhum berjalan beriringan menuju kuburan, dimana kaum perempuan menggunakan pakaian adat berwarna hitam. Setibanya di kuburan, jenazah leluhur lalu dikeluarkan dari liang dan diarak ke suatu tempat dimana para kerabat perempuan menunggu. Setelah jenazah leluhur terkumpul, para keluarga lalu melakukan arak-arakan melintasi pematang sawah menuju tenda atau lattang yang sudah disediakan sebagai tempat persemayaman.  Pelaksanaan ritual manggaro tidak dilakukan di rumah seperti orang yang baru meninggal, tetapi dilakukan di suatu lokasi di luar kampung.

Arak-arakan menuju tenda persemayaman atau disebut ma'titting ini memiliki daya tarik tersendiri. Para perempuan yang berpakaian adat berwarna hitam berjalan paling depan sambil membentangkan kain merah diikuti barisan anggota keluarga yang menggotong buntalan-buntalan kain yang berisi jenazah.

Selanjutnya, jenazah para leluhur kemudian disemayamkan di bawah tenda yang sudah disiapkan di area persawahan (ratte) selama satu malam untuk dilakukan proses pembungkusan ulang jenazah.

Di malam hari, sembari membungkus ulang jenazah, kaum laki-laki di luar tenda melakukan ritual ma'badong sementara kaum perempuan di dalam tenda melakukan ritual ma'sailo.

 Keesokan harinya, tradisi mangngaro dilanjutkan dengan menyembelih hewan ternak seperti kerbau dan babi. Selanjutnya, anggota keluarga melakukan persembahan kepada jenazah sebelum diarak kembali ke alang-alang atau lokko (liang tempat menyimpan jenazah).

Bagikan artikel ini

Apakah konten ini membantu?