KAKATUA KECIL JAMBUL KUNING abbotti

Link Referensi: <p style="text-align: justify;">Wawancara : Bapak Saddam S Kariyanto</p> <p style="text-align: justify;">Wawancara : Bapak Usman</p> <p style="text-align: justify;">Akbar, I. A., Hernowo, J. B., &amp; Prawiradilaga, D. M. (2016). Studi Populasi dan Habitat Kakatua-kecil Jambul-kuning (Cacatua sulphurea abbotti, Oberholser 1917) di Kepulauan Masalembu, Madura [IPB (Bogor Agricultural University)].</p> <p style="text-align: justify;">Cameron, M. (2007). Cockatoos. CSIRO Publishing.</p> <p style="text-align: justify;">Grzimek, B., Schlager, N., Olendorf, D., &amp; American Zoo and Aquarium Association. (2004). Grzimek’s animal life encyclopedia (2nd ed.). GALE.</p> <p style="text-align: justify;">Habibi dan Syabana, R, A (2022). &nbsp;Satwa Endemik Langka Sumenep: Kakatua Kecil Jambul Kuning &nbsp;<em>abbotti.</em> Wiraraja Press</p> <p style="text-align: justify;">Irni, J. (2022). Pendugaan Parameter Demografi Kakatua Jambul Kuning (Cacatua sulphurea abotti) Di Masakambing Kepulauan Masalembo. 5(2).</p> <p style="text-align: justify;">Kalhagen, A. (n.d.). Learn Fascinating Facts About Cockatoos. Retrieved October 16, 2022, from <a href="https://www.thesprucepets.com/facts-about-cockatoos-390716">https://www.thesprucepets.com/facts-about-cockatoos-390716</a></p> <p style="text-align: justify;">Konservasi Kakatua Indonesia: Kakatua Langka Abbotti dan Kepulauan Masalembu. (n.d.). Retrieved October 16, 2022, from <a href="http://www.konservasi-kakatua-indonesia.org/2013/08/kakatualangka-abbotti-dan-kepulauan.html">http://www.konservasi-kakatua-indonesia.org/2013/08/kakatualangka-abbotti-dan-kepulauan.html</a></p> <p style="text-align: justify;">Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. (2019). Panduan Identifikasi Jenis Satwa Liar Dilindungi , Aves Pesseriformes. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.</p> <p style="text-align: justify;">Metz, S., Zimmerman, B., Augustina, D., &amp; Nandika, D. (2009). Mysteries of the ‘Abbott’s Cockatoo.’ AFA Watchbird, 36(1–2), 14–19. <a href="https://watchbird-ojstamu.tdl.org/watchbird/article/view/3105">https://watchbird-ojstamu.tdl.org/watchbird/article/view/3105</a></p> <p style="text-align: justify;">Nandika, D. (2020). Ekologi Kakatua-kecil Jambul-kuning Cacatua sulphurea abbotti di Masakambing Kepulauan Masalembu, Jawa Timur [Institut Pertanian Bogor]. https://doi.org/10.3/JQUERYUI.JS&nbsp;</p> <p style="text-align: justify;">Oberholser, H. C. (1917). Birds collected by Dr. W. L. Abbott on various islands in the Java Sea. Proceedings of the United States National Museum, 54(2232), 177–200. https://doi.org/10.5479/si.00963801.54-2232.177</p> <p style="text-align: justify;">Project Abbotti – Indonesian Parrot Project. (n.d.). Retrieved October 16, 2022, from <a href="https://indonesian-parrot-project.org/thework/project-abbotti/">https://indonesian-parrot-project.org/thework/project-abbotti/</a></p> <p style="text-align: justify;">Putra, E. (1998). Ekologi Perilaku Berkembang Biak Kakatua Kecil Jambul Kuning Cacatua sulphurea abbotti di Pulau Masakambing. Universitas Atmajaya Yogyakarta.</p> <p style="text-align: justify;">Syilvita Amanda, A., Sakit Hewan Jawa Barat, R., Tangkuban Perahu, J. K., Cikole, D., Lembang, K., &amp; Bandung Barat, K. (2019). Vulnus laceratum pada burung kakatua jambul kuning (Cacatua sulphurea). ARSHI Veterinary Letters, 3(3), 41–42. <a href="https://doi.org/10.29244/avl.3.3.41-42">https://doi.org/10.29244/avl.3.3.41-42</a></p> <p style="text-align: justify;">Tong, W. (2020). Understanding Bird Behavior. Princeton University Press.</p> <p style="text-align: justify;">Williams, T. D. (2020). What Is a Bird? An Exploration of Anatomy, Physiology, Behavior and Ecology. Princeton University Press.</p> <p style="text-align: justify;">Habibi dan Syabana, R, A (2022). &nbsp;Satwa Endemik Langka Sumenep: Kakak Tua Kecil Jambul Kuning &nbsp;Abbotti. Wiraraja Press</p> <p style="text-align: justify;">https://www.youtube.com/watch?v=G3FkWxQa6WQ)</p> <p style="text-align: justify;"><a href="https://www.youtube.com/watch?v=doyHXT-46g0">https://www.youtube.com/watch?v=doyHXT-46g0</a></p> <p style="text-align: justify;">https://www.youtube.com/watch?v=MojT8dPixe0</p>

Asal: Jawa Timur

Jenis:

Pelapor: Dinas Kebudayaan Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata Kabupaten Sumenep

Kustodian: Dinas Kebudayaan Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata Kabupaten Sumenep

Guru Budaya/Maestro: Dinas Kebudayaan Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata Kabupaten Sumenep


Burung kakatua memiliki ciri umum seperti paruh yang bengkok besar dengan ujung runcing, berbulu tebal, juga dengan jambul yang berbeda warna tiap jenis. Ciri lain burung kakatua adalah tempat hidup di lubang pohon, dan bergerombol ketika mencari makan (Cameron, 2007). Burung kakatua terkenal dengan suaranya yang nyaring, warna bulu yang indah dan kecerdasannya sehingga banyak orang yang tertarik memelihara burung ini.

Sebelum tahun 2000 burung kakatua digolongkan ke dalam keluarga besar burung paruh bengkok pada satu famili besar yaitu Psittacidae. Namun pada tahun 2000, muncul kesepakatan umum para ahli, berdasarkan kajian biokimia dan kromosom, bahwa burung kakatua berbeda dengan keluarga Psittacidae sehingga sejak saat itu burung kakatua memiliki famili tersendiri yaitu Cacatuidae (Grzimek et al., 2004).

Secara taksonomi burung kakatua berasal dari famili Cacatuidae (taksonomi lengkap lihat Tabel 3). Nama Kakatua atau kakatuwah berasal dari abad ke-17, yang bermakna pegangan yang diberikan karena pegangan dan paruh kuat yang menjadi ciri morfologi semua jenis Burung Kakatua (Burung Kakatua - Etimologi, Taksonomi, Jenis, Habitat, Makanan & Hubungan Dengan Manusia, n.d.). Kakatua kecil jambul kuning kecil sendiri memiliki nama spesies Cacatua sulphurea seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Berkaitan dengan nama kakatua tersebut, Metz et al (2009) menjelaskan hal yang berbeda, yaitu bahwa nama itu memiliki arti kakak yang sangat tua (very old brother), dalam Bahasa Melayu atau Indonesia saat ini “kakak tua,” karena kakak sendiri memiliki makna lebih tua sehingga tambahan kata tua menunjukkan jauh lebih tua.

Nama anak jenis (sub spesies) abbotti adalah berdasarkan peneliti yang pertama mengkaji dan menemukan burung kakatua ini, yaitu William Louis Abbot pada tahun 1907, untuk kemudian dipublikasikan oleh Harry C. Oberholser pada tahun 1917 (Project Abbotti – Indonesian Parrot Project, n.d.). Pada observasi yang pertama tersebut dijelaskan bahwa populasi burung kakatua abbotti masih masih banyak di Pulau Masalembu (dia menemukan ratusan ekor saat itu). Oberholser (1917) juga menjelaskan bahwa hewan-hewan yang ditemui di Pulau Masalembu dalam observasinya secara morfologis lebih dekat (banyak kemiripan) dengan hewan-hewan di Pulau jawa dan Timor daripada Pulau Kalimantan (walaupun letaknya lebih dekat).

Umumnya burung kakatua memiliki warna bulu yang brillian (berwarna cerah). Sebagai anak jenis dari burung kakatua kecil jambul kuning, maka kakatua abbotti memiliki ciri umum yang mirip dengan kakatua kecil jambul kuning yang lain seperti bulu tubuh berwarna putih, jambulnya yang berwarna kuning (Gambar 7) dan senang menggigit- gigit obyek yang seringkali justru membahayakan paruhnya (Syilvita Amanda et al., 2019).

Beberapa karakter burung kakatua kecil jambul kuning abbotti yang akan dibahas adalah meliputi morfologi, siklus hidup serta lingkungan atau tempat hidup.

A. Morfologi

Identifikasi burung dapat dilakukan melalui identifikasi beberapa karakter yaitu morfologi, anatomi, fisiologi dan genetik (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 2019). Walaupun demikian, karakter morfologi adalah yang langsung dapat dikenali dan diamati untuk melakukan identifikasi. Karakter morfologi juga lebih mudah diamati dari pada karakter lain yang membutuhkan alat serta keahlian khusus.

Secara umum morfologi untuk bagian tubuh burung dapat dibagi menjadi tiga kelompok utama yaitu:

  1. Kepala burung, yaing terdiri atas mahkota, dahi, mata, lingkar mata, alis, paruh, kekang, garis mata, tengkuk, malar, pipi, tenggorokan, dagu.
  2. Tubuh atas burung, yaitu leher, punggung, mantel, penutup ekor atas, ekor, sayap dan penutup sayap.
  3. Tubuh bawah burung, yaitu dada, penutup ekor bawah, perut dan kaki.

Ukuran tubuh kakatua kecil jambul kuning abbotti kira-kira adalah 40 cm, tubuhnya berwarna putih dengan jambul berwarna kuning atau jingga. Penanda unik pada burung ini dibandingkan dengan Kakatua kecil jambul kuning yang lain, selain ukuran, adalah adanya warna kuning yang samar di pipi (Akbar et al., 2016).

Ciri morfologi selanjutnya adalah mengenai burung jantan dan burung betina. Tidak sama dengan burung lain yang umumnya memiliki perbedaan warna atau morfologi yang mencolok, kakatua jantan dan betina memiliki warna dan bentuk yang serupa sehingga kita harus benar-benar teliti untuk membedakannya. Rahasianya menurut Kalhagen (n.d.) adalah pada warna iris, dimana warna iris jantan umumnya lebih gelap. Perbedaan morfologi kedua jenis kelamin tersebut terletak pada warna iris mata, dimana iris mata kakatua kecil jambul kuning abbotti jantan adalah berwarna hitam sedangnya iris mata burung betina berwarna kemerahan (Gambar 8). Hal lain yang juga sedikit berbeda adalah pada ukuran paruh, yaitu paruh buruh betina relatif lebih kecil dari burung jantan (Nandika, 2020). Paruh burung kakatua yang tebal (kuat), berwarna hitam dan berujung bengkok membuatnya mampu untuk memecah biji-bijian atau kulit buah yang keras (Gambar 9). Dalam hal ini kakatua kecil jambul kuning abbotti memakan biji-bijian, buah, bunga dan juga pucuk daun dari beberapa tumbuhan yaitu sukun (Artocarpus communis), kelapa (Cocos nucifera), kapuk atau randu (Ceiba pentandra), aneka tumbuhan mangrove dan lontar (Brassus sudaica) (Metz et al., 2009). Yang menarik adalah kakatua ini dapat melubangi buah kelapa yang keras hanya kurang dari dua menit untuk mengambil daging buah dan airnya (Konservasi Kakatua Indonesia: Kakatua Langka Abbotti Dan Kepulauan Masalembu, n.d.).

Semua kakatua memiliki jambul yang dapat berdiri tegak. Jambul inilah salah satu yang secara morfologis membedakan kakatua dengan golongan burung paruh bengkok yang lain, misalnya nuri (Grzimek et al., 2004). Sesuainya dengan namanya, kakatua abbotti memiliki jambul berwarna kuning yang dapat berdiri tegak (seolah mekar). Para pengamat burung dapat mengetahui adanya perubahan.

Perasaan (feeling) si kakatua berdasarkan kondisi jambul tersebut, dalam istilah sederhana dapat menjadi bahasa burung kakatua untuk menyampaikan pesan tertentu. Misalnya dalam ritual kawin, kakatua akan menari sambil menegakkan jambulnya untuk menarik perhatian pasangan, sedang “menyapa” kakatua lain atau sebagai tanda bahwa burung tersebut sedang mengalami tekanan atau merasa sedang terancam bahaya (Kalhagen, n.d.).

Semua burung berparuh bengkok dapat “berteriak” dan memiliki suara yang nyaring, namun kakatua adalah yang paling nyaring. Selain itu, karena “kepintarannya” burung kakatua dapat dilatih untuk mengucapkan kata-kata tertentu. Faktor suara inilah yang menjadi salah satu sebab mengapa burung kakatua seringkali menjadi bahan pertunjukan.

Terkait bagian bulu dan sayap, semua burung kakatua adalah tipe burung yang terbang dengan kuat (Cameron, 2007). Burung kakatua abbotti biasanya terbang dalam kelompok kecil untuk mencari makan atau beraktivitas lainnya. Pulau Masakambing yang kecil (hanya seluas 5 Km2) di tengah laut yang dikenal dengan segitiga masalembu yang memiliki cuaca yang ekstrim membuat burung-burung harus memiliki kekuatan yang baik untuk terbang melawan angin di tempat tersebut. Bahkan pada kasus tertentu, sarang kakatua abboti di pohon- pohon mangrove yang langsung berhadapan dengan laut membuat anak-anak kakatua yang masih kecil jatuh karena sarang tertiup angin laut yang kencang (Perawat Tak Mau Menyerah Meski Sayap Dan Kaki Patah, n.d.).

Burung kakatua memiliki kaki berbentuk zygodactyl, dua jari (jari kedua dan ketiga) mengarah ke depan dan dua jari (jari pertama dan keempat) mengarah ke belakang (Cameron, 2007).

Susunan jari pada kaki zygodactyl tersebut menurut para ahli menghasilkan pegangan yang lebih kuat dibandingkan pada susunan jari yang lebih umum pada burung lain (yaitu tiga jari menghadap kea rah depan dan satu jari menghadap arah belakang). Kekuatan pegangan tersebut membuat kakatua dapat berayun sambil berpegangan pada satu dahan pohon dalam rangka mencapai buah, bunga atau pucuk daun sebagai makanannya (Cameron, 2007). Selain itu susunan kaki zygodactyl lebih memungkinkan kakatua menggunakannya mirip dengan tangan ketika makan.

B. Siklus Hidup

Siklus hidup burung kakatua abbotti, seperti halnya burung pada umumnya, dapat kita kelompokkan ke dalam tiga masa yaitu masa hidup berkelompok dan mencari makan, masa berkembang biak (kawin) dan masa merawat anak. Pada masing-masing masa tersebut kakatua abbotti memiliki perilaku yang khusus sesuai dengan perkembangannya.

1.     Masa Hidup Berkelompok dan Mencari Makan

Ini adalah masa dimana burung kakatua abbotti yang telah mandiri (lepas dari perawatan induknya) telah bisa hidup sesuai karakter spesies tersebut yaitu hidup dalam kelompok-kelompok kecil. Mereka terbang dan mencari makan dalam kelompok, berinteraksi (bermain) satu dengan yang lain, dalam rangka agar semua potensi tubuhnya benar-benar dapat berkembang penuh hingga nanti mencapai masa yang tepat untuk kawin (berkembang biak).

Kakatua abbotti adalah burung koloni, artinya selalu dalam kelompok dalam melakukan aktivitas sehari-hari mereka. Mereka beraktivitas dalam kelompok kecil, 2 – 6 ekor, misalnya mencari makan, terbang mengelilingi suatu kawasan dan berjemur (bertengger) di pohon-pohon tertentu (Nandika, 2020). Kakatua tidak termasuk burung migran. Mereka menghabiskan seluruh masa hidupnya di satu kawasan tempat tinggal. Demikian pula kakatua abbotti yang hidupnya secara normal saat ini hanya berada di kawasan Pulau Masakambing.

Alat utama burung untuk makan adalah paruhnya. Ada beraneka bentuk paruh burung, dan para ahli telah mempelajari bahwa bentuk paruh burung akan menentukan seperti apa makanannya. Sebagai contoh burung pemecah dan pemakan biji akan memiliki paruh yang lebih tebal dibandingkan burung pemakan serangga. Hal tersebut dikarenakan untuk memecah kulit biji yang cukup keras dibutuhkan paruh yang tebal dan kuat (Tong, 2020).

Sebagian besar burung di dunia adalah omnivora yaitu pemakan hewan maupun tumbuhan. Namun ada juga burung karnivora (pemakan hewan) dan herbivora (pemakan tumbuhan). Dalam hal makanan, burung kakatua adalah burung pemakan tumbuhan atau herbivora, termasuk kakatua abbotti. Makanannya, berdasar survey para peneliti di Pulau Masakambing antara lain buah kelapa yang masih muda, buah bakau (mangrove), bunga kapuk dan bunga jantan pohon lontar (Putra, 1998). Pada kajian yang lain, makanan Kakatua secara umum adalah jagung muda, kacang tanah, biji bunga matahari, buah kenari, buah tebu, buah-buahan dan sayuran.

Paruh kakatua abbotti yang tebal membuatnya mampu melubangi kulit dan batok kelapa yang keras. Demikian pula dengan kulit buah dan biji lain yang menjadi makanannya. Aktivitas dalam kelompok tidak hanya dilakukan pada saat kakatua abbotti mencari makan atau bermain. Burung kakatua abbotti juga tidur di pohon (diistilahkan dengan pohon tidur atau roosting tree) secara berkelompok dan tidak akan berpindah ke pohon tidur yang lain selama pohon tersebut tidak mengalami gangguan seperti tumbang atau ditebang (Nandika, 2020).

2. Masa Berkembang Biak

Masa berkembang biak pada burung dimulai dari masa mencari pasangan. Menurut Williams (2020) proses pencarian pasangan pada burung akan memaksimalkan kualitas pasangan (induk) yang akan bereproduksi sebagai sumber genetis dari calon anak. Burung jantan seringkali harus berkompetisi dengan burung-burung jantan lain untuk memperebutkan burung betina, peristiwa tersebut secara alami akan menyeleksi jantan terbaik. Selain itu burung betina juga memiliki peluang untuk memiliki burung jantang terbaik dan cocok baginya berperan dalam mendukung kualitas perkembangbiakan.

Burung kakatua abbotti termasuk yang melakukan monogami, tidak hanya di satu musim kawin tetapi bersama-sama sepanjang tahun dan kembali ke tempatnya semula untuk berbiak demikian untuk tahun- tahun selanjutnya. Pada musim kawin, burung jantan akan mencari betina dan mencoba menarik perhatiannya, sebelum mereka menjadi pasangan yang terus bersama sepanjang tahun. Pasangan tersebut akan memperbaiki dan menempati sarang bersama ketika musim kawin (berbiak) tiba (Nandika, 2020).

Kakatua abbotti membuat sarang berupa lubang di pohon atau menggunakan lubang sisa sarang hewan lain. Pohon-pohon di Masakambing yang banyak dijadikan sebagai pohon sarang oleh kakatua abbotti berdasarkan penelitian Putra (1998) adalah pohon kapuk (Ceiba petandra), pohon kelapa (Cocos nucifera) dan mangrove yaitu pohon api-api (Avicennia apiculata). Sedangkan menurut pengamatan Nandika (2020) pohon lain yang juga dijadikan pohon. sarang kakatua abbotti adalah pohon asam (Tamarindus indica) dan pohon tanjang merah (Bruguiera gymnorrhiza). Salah satu sebab dipakainya jenis-jenis pohon tersebut adalah karena komposisi batang bagian atas sifatnya lebih lunak (Irni, 2022).

Perkawinan pada kakatua abbotti di Masakambing didahului oleh aktivitas bercumbu (courtship) selama beberapa menit, umumnya berlangsung pada pagi hari atau sore hari. Setelah itu proses dilanjutkan dengan aktivitas kawin (mating) atau kopulasi. Pada saat kopulasi burung jantan menaiki burung betina, yang memungkinkan jantan memasukkan sperma ke dalam oviduct betina Dengan tujuan menjaga keseimbangan, pada saat kopulasi burung merentangkan sayapnya (Putra, 1998). Berbagai aktivitas burung selama masa kopulasi tersebut memiliki fungsi penting dalam memaksimalkan keberhasilan perkembangbiakan (Williams, 2020).

Tahapan penting setelah kopulasi dalam proses perkembangbiakan burung adalah bertelur dan mengerami telur. Burung kakatua abbotti betina akan mengerami telur sekitar 25 hari hingga telur- telur tersebut menetas (Putra, 1998). Sarang kakatua abbotti yang berupa lubang di atas pohon sarang menyediakan tempat yang aman dan juga suhu yang baik bagi proses pengeraman. Embrio di dalam telur memerlukan suhu di atas 35 derajat Celsius untuk dapat berkembang normal, oleh karena itu dibutuhkan perhatian konstan dari induknya dalam menjaga kestabilan suhu tersebut. Induk burung akan mengerami telur, yaitu duduk di atas telur dan mentransfer panas tubuh mereka menuju telur melalui bagian tubuh bawah khusus yang memang tidak berbulu (Williams, 2020).

Proses pengeraman telur tidak hanya dilakukan oleh kakatua abbotti betina, melainkan dilakukan juga oleh kakatua abbotti jantan. Pada saat betina bertelur, kakatua abbotti jantan hanya bertengger atau menunggu dan berjaga di luar sarang. Namun ketika masa pengeraman (inkubasi) maka jantan dan betina secara bergantian masuk ke dalam lubang sarang untuk mengerami telur (Nandika, 2020).

Telur berfungsi memberi kondisi optimum dan melindungi perkembangan embrio hingga menjadi anak burung yang siap menetas. Telur kakatua abbotti berbentuk oval, berwarna putih kecoklatan dan berukuran kira-kira sebesar bola tenis Warna telur burung berbeda-beda dan masih belum benar-benar diketahui fungsinya. Anggapan yang paling kuat adalah untuk menyesuaikan dengan latar belakang atau sarang sehingga tidak cepat terlihat oleh predator, terutama pada telur yang diletakkan di sarang terbuka (Williams, 2020).

3. Masa Merawat Anak

Secara alami, musim kawin dan pemeliharaan anak pada burung biasanya bertepatan dengan musim dimana makanan di sekitar sarang mereka tersedia melimpah (Cameron, 2007). Jika yang terjadi adalah sebaliknya, tentu saja perawatan anak akan menjadi sangat sulit dan peluang anak-anak itu untuk bertahan hidup menjadi tidak cukup optimal.

Setelah menetas anak kakatua abbotti akan dirawat kira-kira selama 65 hari, dimana makanan diberikan oleh burung jantan pada pagi, siang dan sore hari (Putra, 1998). Pada fase inilah kita dapat memahami bagaimana peran kakatua abbotti jantan tidak hanya dalam proses perkawinan tetapi hingga masa pengeraman dan merawat anak- anaknya. Bersama dengan pasangannya, kakatua abbotti jantan merawat anak-anaknya baik mencarikan makanan, membersihkan sarang maupun menjaga anak-anak dari predator yang mungkin mengancam keselamatan.

Pada masa paling awal setelah menetas, anak burung umumnya masih tidak bisa melihat, tidak berbulu sehingga tidak dapat menjaga suhu optimal untuk tubuhnya. Pada masa ini anak- anak tersebut harus tetap berada di bawah eraman sang induk (Williams, 2020). Anak-anak kakatua abbotti akan terus dirawat hingga cukup besar dan kuat untuk belajar melakukan berbagai aktivitas secara mandiri.

Akhir dari masa perawatan anak yang dilakukan oleh induk burung umumnya adalah secara agresif mengusir anak-anak mereka dari sarang sehingga anak-anak tersebut dapat beraktivitas, tumbuh dan berkembang baik di dunia luar (Putra, 1998). Namun seperti yang telah dibahas di atas sebelumnya, kakatua abbotti tetap berkelompok (mencari makan, bermain dan aktivitas harian lainnya) dalam keluarga tersebut dengan kawasan jelajah yang tidak terlalu luas.

Berdasarkan wawancara yang dilakuka kepada Saddam S Kariyanto diketahui bahwa keberadaan burung kakatua jambul kuning menjadi salah satu faktor yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat mengingat burung kakatua jambul kuning sudah menjadi perhatian pemerintah dan dunia. Untuk itu, perbaikan sarana dan prasarana merupakan sebuah keharusan. Demikian juga dengan bapak usman, beliau menyampaikan bahwa sesungguhnya burung kakatua ini nantinya bisa membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.

Bagikan artikel ini

Apakah konten ini membantu?